ayat alquran bercerita tata pembangunan diri dan ekonomi
A.
Ayat Al-Quran Mengenai Pembangunan
Ekonomi Masyarakat
Sistem perekonomian Islam adalah sistem perekonomian yang dilandasi
Al-Quran sebagai kalamullah dan Assunnah sebagai perkataan dan perbuatan Rasul
semasa hidupnya yang diantaranya adalah transaksi kegiatan ekonomi yang menjadi
panutan umat Islam di seluruh dunia. Sisayat mengenai pembangunan ekonomi dan masyarakattem perekonomian ini adalah sistem yang
jelas dapat mensejahterakan rakyat dan tidak menganut sebelah pihak karena
dalam Islam tidak mengenal kapitalisme dan monopoli, apalagi yang namanya riba
jelas haram hukumnya.
Maka seruan untuk mengajak memajukan ekonomi nasional secara
Islami semakin lekat dan kuat di hati. Melaui presentasi dan tugas yang saya
buat ini semoga kiranya bermanfaat bagi siapapun yang membaca artikel ini, tapi
saya pun tak luput dari kesalahan, oleh karenanya jika terdapat kesalahan
istilah, persepsi, konsep, maupun terapan dalam makalah ini di kemudian hari,
mohon koreksinya secara bijak dan arif.
Pandangan Islam berbeda dengan penganut aliran materialism.
Aliran materialism memang menyatakan bahwa alam ini benar-benar ada, riil, dan
obyektif. Namun eksistensi alam ini dalam dugaan aliran materialism adalah ada
dengan sendirinya. Sedangkan menurut pandangan Islam, alam raya ini diciptakan
oleh Allah atau Tuhan YME. Allah yang menciptakan sekaligus memelihara alam ini
serta mengatur segala urusannya.
“Katakanlah : “Sesungguhnya patutkah
kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan
sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam. Dan
Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia
memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni) nya
dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang
bertanya. Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu
Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut
perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: “Kami datang
dengan suka hati”. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia
mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat
dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan
sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Fusshilat : 10-12)
Pada ayat-ayat diatas Allah mengemukakan bukti-bukti
kekuasaan dan ke-Esaan-Nya dalam menciptakan langit dan bumi, menghiasi langit
dengan bintang-bintang yang tak terhingga banyaknya. Dia mengetahui segala
sesuatu, tidak sesuatupun yang luput dari pengetahuan-Nya itulah Tuhan yang
berhak disembah. Tuhan yang menciptakan, menguasai, mengatur, memelihara
kelangsungan adanya dan yang menentukan akhir keadaan semseta ini.
Kualitas sebagai indikator pembangunan dan ajaran
Islam sebagai teknologi untuk mengelola dunia jelas merupakan pesan strategis
dari Alloh SWT untuk diwujudkan dengan sungguh-sungguh oleh setiap muslim.
Adanya bencana
lebih karena manusia
melakukan ekspliotasi berdasarkan kemauan hawa nafsunya untuk memperoleh
keuntungan yang sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan bencana yang
ditimbulkannya. Manusia tersebut tidak mempunyai pengetahuan mengenai ekosistem
dan memandang baik perbuatannya yang salah tersebut tanpa pengetahuan, dalam
Al-Qur’an disebutkan sebagai manusia yang dzalim. Sebagaimana Allah
mengingatkan :
“Tetapi
orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan, maka
siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan tiadalah
bagi mereka seorang penolong pun”. (Q.S Ar-Rum 30:29)
Bahaya yang diakibatkan menurutkan
kehendak nafsu sangat jelas dampaknya pada kehancuran bumi. Hal ini dapat
berupa ekspliotasi yang berlebihan dan tidak memepertimbangkan daya dukung
lingkungan,pemborosan, menguras sesuatu yang tidak penting dan tidak efisien,
bermewah-mewahan dalam
konsumsi dan gaya hidup dan seterusnya. Manusia yang melakukan cara seperti itu tentu mengelola bumi tanpa landasan dan petunjuk
Al-Khalik sesuai dengan apa yang diisyaratkan kepadanya selaku hamba Tuhan.
Syariat adalah fitrah di mana bumi hanya dapat diatur dengan ilmu syariatnya
tersebut. Bila sesuatu menyalahi fitrah, maka akibatnya dapat terjadi
kefatalan.Tanpa standar nilai-nilai syariat tersebut, manusia cenderung melihat
kebenaran menurut hawa nafsu.
Dalam konteks mensyukuri nikmat Allah atas segala sesuatu
yang ada di alam ini untuk manusia, menjaga kelestarian alam bagi umat Islam
merupakan upaya untuk menjaga limpahan nikmat Allah secara berksinambungan.
Sebaliknya, membuat keruskan di muka bumi,akan mengakibatkan timbulnya bencana
terhadap manusia. Allah sendiri membenci orang-orang yang membuat kerusakan di
muka bumi. Firman Allah :
“Dan carilah pada apa yang telah
dianugrahkan Allah kepadamu(kebahagiaan)negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagiamu dari ( kenikmatan ) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain ) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu
membuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan”. (Q.S Al-Qashas
:77)
Begitu juga dalam mencari nafkah dan rezeki di atas muka
bumi, Allah telah menggariskan suatu akhlaq dimana perbuatan pemaksaan dan
kecurangan terhadap alam sangat dicela. Kenikamatan dunia dan akherat dapat
dikejar secara seimbang tanpa meninggalkan perbuatan baik dan menghindarkan
kerusakan dimuka bumi. Hal ini dikarenakan dapat berakibat pada terjadinya
bencana, yang kebanyakan disebabkan perbuatan manusia yang merusak alam.
Apa
yang telah ditegaskan Allah dalam dalam firman-firman-Nya di atas adalah untuk
mengingatkan manusia agar bersyukur. Karena walaupun manusia diciptakan
melebihi makhluk lainnya, manusia tidak mampu memenuhi keperluannya sendiri
tanpa bahan-bahan yang disediakan. Hal ini perlu disadari oleh manusia, sebab
tanpa memiliki rasa dan sikap syukur kepada Allah, maka manusia cenderung akan
merusak.
Kerusakan yang terjadi selama ini tidak lain karena manusia telah diperbudak oleh sistem yang kapital dan juga tumbuhnya
sifat materalistik hedonistik,
sehingga berusaha sebisa mungkin mengeksploitsi alam secara maksimal dengan
tidak mengindahkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Hal ini karena manusia
terlalu berorientasi pada keuntungan semata. Dalam ayat lain, Allah memberi
tuntunan agar manusia tidak menuruti orang yang membuat kerusakan.
“Dan janganlah kamu mentaati
perintah orang-orang yang melewati batas, yang membuat kerusakan di muka bumi
bumi dan tidak mengadakan perbaikan”.( Q.S. Asy-Syu’ara 151-152).
B.
Hadist Mengenai Pembangunan Ekonomi
Masyarakat
Sebagai motivasi, Allah telah menjajikan kebahagiaan akhirat
bagi orang yang tidak berbuat kerusakan atau bahkan melarang orang berbuat
kerusakan.
Demikianlah tuntunlah Allah bagaimana seharusnya kita bersikap
terhadap lingkungan hidup kita. Dan Allah telah menjanjikan pahala yang tiada
taranya bagi kita yang senantiasa memelihara dan melestarikan lingkungan hidup
serta tidak selalu membuat kerusakan.
Filsafat ekonomi Islam didasarkan pada konsep triangle:
yakni filsafat Tuhan, manusia dan alam. Bangunan ekonomi islam didasarkan pada
fondasi utama yaitu tauhid, fondasi berikutnya adalah syariah dan akhlak.
Pengamalan syariah dan akhlak merupakan refleksi dari tauhid. Landasan tauhid
yang tidak kokoh akan mengakibatkan inflementasi syariah dan akhlak terganggu.
Manusia bebas memilih berbagai alternative yang telah Allah berikan karena
manusia sebagai khalifah, bukan hanya satu khalifah didunia ini. Tapi masih
banyak yang lainnya, maka mereka harusmemanfaatkan sumber-sumber daya itu
secara adil dan efisien sehingga terwujudlahsuatu pencapaian kesejahteraan
(falah) yang menjadi tujuan ekonomi islam. Sebagai khalifah Allah, manusia
bertanggung jawab kepada-NYA dan mereka akan diberi pahala atau disiksa sesuai atau
bertentangan dengan petunjuk Allah.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa ia mennyampaikan
sebuah hadist dari Rasululloh SAW:
”Sesungguhnya orang
kafir, bila ia mengerjakan suatu kebaikan, diberikan sebuah kelezatan didunia.
Sedangkan orang beriman, Maka Allah menyimpan untuknya kebaikannya diakhirat
dan memberikan rezeki kepadanya sesuai dengan ketaatan-ketaatan kepada Allah”
Filsafat
pembangunan ekonomi dalam Islam terdapat dalam hadits yang diriwayatkan dari
Anas bin Malik, bahwa ia menyampaikan sebuah hadits dari Rasulullah SAW:
“Sesungguhnya
orang kafir, bila mengerjakan suatu kebaikan, diberikan sebuah kelezatan di
dunia. Sedangkan orang yang beriman,
maka Allah manyimpan untuknya kebaikan-kebaikannya di akhirat dan memberi rizki
kepadanya di dunia sesuai dengan ketaatannya kepada Allah.”
Dari kajian para ulama dapat
dirumuskan dasar-dasar filosofis pembangunan ekonomi ini. Islam tidak menyukai kemiskinan, bahkan Nabi Muhammad SAW
telah memperingatkan bahaya kefakiran yang dapat mengantarkan seseorang kepada
kekufuran dan mengajarkan ummatnya untuk berlindung dari dua hal tersebut.
Hal ini terdapat pada hadisnya yang diriwayatkan oleh Al ‘Uqaili didalam
Kitab Adh Dhu’afa “ Kefakiran (kemiskinan) itu dekat dengan kekufuran”.
Kemiskinan
membuat manusia tidak mampu melakukan kewajiban – kewajiban individu, sosial
maupun moral. Karena itu Rasulullah SAW mengajarkan manusia untuk berdoa agar
diajuhkan dari kemiskinan.
Suatu
hari Rasulullah berdoa “Ya Allah, lindungilah aku dari kekufuran dan kemiskinan”,
kemudian seorang sahabat bertanya “Apakah kedua hal tersebut sama?” kemudian
Rasulullah menjawab “ya”.
(Diriwayatkan oleh An Nasai di dalam kitab Al-Istia’za.)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah
bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Ya
Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelaparan karena kelaparan adalah
kesusahan yang terburuk, dan aku berlindung kepada-Mu dari pengkhianatan karena
pengkhianatan adalah pendamping yang terburuk.”
Diriwayatkan dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah SAW berdo’a:
”Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kemiskinan, dan aku berlindung
kepada-Mu dari kekurangan dan kehinaan, serta aku berlindung kepada-Mu dari
berbuat kejam dan dizalimi.”
Islam memandang kemiskinan tidak hanya dari sisi materi
saja. Kaya miskinnya seseorang tidak hanya dilihat dari sisi materi saja tetapi
yang lebih penting berkaitan dengan kaya miskinnya kerohanian atau jiwa
seseorang. Rasulullah bersabda :
“Tidaklah orang itu kaya
lantaran banyak harta. Sesungguhnya orang kaya itu ialah orang yang kaya jiwa”
(HR. Bukhori Muslim).
Islam tidak memandang kemiskinan sebagai masalah kultural
karena Allah telah mewajibkan kepada manusia untuk mencari nafkah. Islam
memandang kemiskinan tidak hanya dari sisi materi saja. Kaya miskinnya
seseorang tidak hanya dilihat dari sisi materi saja tetapi yang lebih penting
berkaitan dengan kaya miskinnya kerohanian atau jiwa seseorang. Islam tidak
memandang kemiskinan sebagai masalah kultural karena Allah telah mewajibkan
kepada manusia untuk mencari nafkah. Dengan demikian, kemiskinan merupakan
masalah struktural.