Minggu, 09 November 2014

ayat alquran bercerita tata pembangunan diri dan ekonomi




A.       Ayat Al-Quran Mengenai Pembangunan Ekonomi Masyarakat

Sistem perekonomian Islam adalah sistem perekonomian yang dilandasi Al-Quran sebagai kalamullah dan Assunnah sebagai perkataan dan perbuatan Rasul semasa hidupnya yang diantaranya adalah transaksi kegiatan ekonomi yang menjadi panutan umat Islam di seluruh dunia. Sisayat mengenai pembangunan ekonomi dan masyarakattem perekonomian ini adalah sistem yang jelas dapat mensejahterakan rakyat dan tidak menganut sebelah pihak karena dalam Islam tidak mengenal kapitalisme dan monopoli, apalagi yang namanya riba jelas haram hukumnya.
Maka seruan untuk mengajak memajukan ekonomi nasional secara Islami semakin lekat dan kuat di hati. Melaui presentasi dan tugas yang saya buat ini semoga kiranya bermanfaat bagi siapapun yang membaca artikel ini, tapi saya pun tak luput dari kesalahan, oleh karenanya jika terdapat kesalahan istilah, persepsi, konsep, maupun terapan dalam makalah ini di kemudian hari, mohon koreksinya secara bijak dan arif.
Pandangan Islam berbeda dengan penganut aliran materialism. Aliran materialism memang menyatakan bahwa alam ini benar-benar ada, riil, dan obyektif. Namun eksistensi alam ini dalam dugaan aliran materialism adalah ada dengan sendirinya. Sedangkan menurut pandangan Islam, alam raya ini diciptakan oleh Allah atau Tuhan YME. Allah yang menciptakan sekaligus memelihara alam ini serta mengatur segala urusannya.

 

“Katakanlah : “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam. Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni) nya dalam empat masa.  (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Fusshilat : 10-12)
Pada ayat-ayat diatas Allah mengemukakan bukti-bukti kekuasaan dan ke-Esaan-Nya dalam menciptakan langit dan bumi, menghiasi langit dengan bintang-bintang yang tak terhingga banyaknya. Dia mengetahui segala sesuatu, tidak sesuatupun yang luput dari pengetahuan-Nya itulah Tuhan yang berhak disembah. Tuhan yang menciptakan, menguasai, mengatur, memelihara kelangsungan adanya dan yang menentukan akhir keadaan semseta ini.
Kualitas  sebagai indikator pembangunan dan ajaran Islam sebagai teknologi untuk mengelola dunia jelas merupakan pesan strategis dari Alloh SWT untuk diwujudkan dengan sungguh-sungguh oleh setiap muslim.
Adanya bencana lebih karena manusia melakukan ekspliotasi berdasarkan kemauan hawa nafsunya untuk memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan bencana yang ditimbulkannya. Manusia tersebut tidak mempunyai pengetahuan mengenai ekosistem dan memandang baik perbuatannya yang salah tersebut tanpa pengetahuan, dalam Al-Qur’an disebutkan sebagai manusia yang dzalim. Sebagaimana Allah mengingatkan :
 
“Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan, maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolong pun”. (Q.S Ar-Rum 30:29)
Bahaya yang diakibatkan menurutkan kehendak nafsu sangat jelas dampaknya pada kehancuran bumi. Hal ini dapat berupa ekspliotasi yang berlebihan dan tidak memepertimbangkan daya dukung lingkungan,pemborosan, menguras sesuatu yang tidak penting dan tidak efisien, bermewah-mewahan dalam konsumsi dan gaya hidup dan seterusnya. Manusia yang melakukan cara seperti itu tentu  mengelola bumi tanpa landasan dan petunjuk Al-Khalik sesuai dengan apa yang diisyaratkan kepadanya selaku hamba Tuhan. Syariat adalah fitrah di mana bumi hanya dapat diatur dengan ilmu syariatnya tersebut. Bila sesuatu menyalahi fitrah, maka akibatnya dapat terjadi kefatalan.Tanpa standar nilai-nilai syariat tersebut, manusia cenderung melihat kebenaran menurut hawa nafsu.
Dalam konteks mensyukuri nikmat Allah atas segala sesuatu yang ada di alam ini untuk manusia, menjaga kelestarian alam bagi umat Islam merupakan upaya untuk menjaga limpahan nikmat Allah secara berksinambungan. Sebaliknya, membuat keruskan di muka bumi,akan mengakibatkan timbulnya bencana terhadap manusia. Allah sendiri membenci orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi. Firman Allah :


“Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu(kebahagiaan)negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari ( kenikmatan ) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain ) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (Q.S Al-Qashas :77)
Begitu juga dalam mencari nafkah dan rezeki di atas muka bumi, Allah telah menggariskan suatu akhlaq dimana perbuatan pemaksaan dan kecurangan terhadap alam sangat dicela. Kenikamatan dunia dan akherat dapat dikejar secara seimbang tanpa meninggalkan perbuatan baik dan menghindarkan kerusakan dimuka bumi. Hal ini dikarenakan dapat berakibat pada terjadinya bencana, yang kebanyakan disebabkan perbuatan manusia yang merusak alam.
Apa yang telah ditegaskan Allah dalam dalam firman-firman-Nya di atas adalah untuk mengingatkan manusia agar bersyukur. Karena walaupun manusia diciptakan melebihi makhluk lainnya, manusia tidak mampu memenuhi keperluannya sendiri tanpa bahan-bahan yang disediakan. Hal ini perlu disadari oleh manusia, sebab tanpa memiliki rasa dan sikap syukur kepada Allah, maka manusia cenderung akan merusak.
Kerusakan yang terjadi selama ini tidak lain karena  manusia telah diperbudak oleh sistem yang kapital dan juga tumbuhnya sifat materalistik hedonistik, sehingga berusaha sebisa mungkin mengeksploitsi alam secara maksimal dengan tidak mengindahkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Hal ini karena manusia terlalu berorientasi pada keuntungan semata. Dalam ayat lain, Allah memberi tuntunan agar manusia tidak menuruti orang yang membuat kerusakan.

 
“Dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melewati batas, yang membuat kerusakan di muka bumi bumi dan tidak mengadakan perbaikan”.( Q.S. Asy-Syu’ara 151-152).

B.           Hadist Mengenai Pembangunan Ekonomi Masyarakat

Sebagai motivasi, Allah telah menjajikan kebahagiaan akhirat bagi orang yang tidak berbuat kerusakan atau bahkan melarang orang berbuat kerusakan.
Demikianlah tuntunlah Allah bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap lingkungan hidup kita. Dan Allah telah menjanjikan pahala yang tiada taranya bagi kita yang senantiasa memelihara dan melestarikan lingkungan hidup serta tidak selalu membuat kerusakan.
Filsafat ekonomi Islam didasarkan pada konsep triangle: yakni filsafat Tuhan, manusia dan alam. Bangunan ekonomi islam didasarkan pada fondasi utama yaitu tauhid, fondasi berikutnya adalah syariah dan akhlak. Pengamalan syariah dan akhlak merupakan refleksi dari tauhid. Landasan tauhid yang tidak kokoh akan mengakibatkan inflementasi syariah dan akhlak terganggu. Manusia bebas memilih berbagai alternative yang telah Allah berikan karena manusia sebagai khalifah, bukan hanya satu khalifah didunia ini. Tapi masih banyak yang lainnya, maka mereka harusmemanfaatkan sumber-sumber daya itu secara adil dan efisien sehingga terwujudlahsuatu pencapaian kesejahteraan (falah) yang menjadi tujuan ekonomi islam. Sebagai khalifah Allah, manusia bertanggung jawab kepada-NYA dan mereka akan diberi pahala atau disiksa sesuai atau bertentangan dengan petunjuk Allah.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa ia mennyampaikan sebuah hadist dari Rasululloh SAW:
Sesungguhnya orang kafir, bila ia mengerjakan suatu kebaikan, diberikan sebuah kelezatan didunia. Sedangkan orang beriman, Maka Allah menyimpan untuknya kebaikannya diakhirat dan memberikan rezeki kepadanya sesuai dengan ketaatan-ketaatan kepada Allah
Filsafat pembangunan ekonomi dalam Islam terdapat dalam hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa ia menyampaikan sebuah hadits dari Rasulullah SAW:
“Sesungguhnya orang kafir, bila mengerjakan suatu kebaikan, diberikan sebuah kelezatan di dunia.  Sedangkan orang yang beriman, maka Allah manyimpan untuknya kebaikan-kebaikannya di akhirat dan memberi rizki kepadanya di dunia sesuai dengan ketaatannya kepada Allah.”
Dari kajian para ulama dapat dirumuskan dasar-dasar filosofis pembangunan ekonomi ini. Islam tidak menyukai kemiskinan, bahkan Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan bahaya kefakiran yang dapat mengantarkan seseorang kepada kekufuran dan mengajarkan ummatnya untuk berlindung dari dua hal tersebut. Hal ini terdapat pada hadisnya yang diriwayatkan oleh Al ‘Uqaili didalam Kitab Adh Dhu’afa “ Kefakiran (kemiskinan) itu dekat dengan kekufuran”.
Kemiskinan membuat manusia tidak mampu melakukan kewajiban – kewajiban individu, sosial maupun moral. Karena itu Rasulullah SAW mengajarkan manusia untuk berdoa agar diajuhkan dari kemiskinan.
Suatu hari Rasulullah berdoa “Ya Allah, lindungilah aku dari kekufuran dan kemiskinan”, kemudian seorang sahabat bertanya “Apakah kedua hal tersebut sama?” kemudian Rasulullah menjawab “ya”. (Diriwayatkan oleh An Nasai di dalam kitab Al-Istia’za.)    
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda:  ”Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelaparan karena kelaparan adalah kesusahan yang terburuk, dan aku berlindung kepada-Mu dari pengkhianatan karena pengkhianatan adalah pendamping yang terburuk.”

Diriwayatkan dari Abu Hurairah   bahwa Rasulullah SAW berdo’a: ”Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kemiskinan, dan aku berlindung kepada-Mu dari kekurangan dan kehinaan, serta aku berlindung kepada-Mu dari berbuat kejam dan dizalimi.”
Islam memandang kemiskinan tidak hanya dari sisi materi saja. Kaya miskinnya seseorang tidak hanya dilihat dari sisi materi saja tetapi yang lebih penting berkaitan dengan kaya miskinnya kerohanian atau jiwa seseorang. Rasulullah bersabda :
Tidaklah orang itu kaya lantaran banyak harta. Sesungguhnya orang kaya itu ialah orang yang kaya jiwa” (HR. Bukhori Muslim).
Islam tidak memandang kemiskinan sebagai masalah kultural karena Allah telah mewajibkan kepada manusia untuk mencari nafkah. Islam memandang kemiskinan tidak hanya dari sisi materi saja. Kaya miskinnya seseorang tidak hanya dilihat dari sisi materi saja tetapi yang lebih penting berkaitan dengan kaya miskinnya kerohanian atau jiwa seseorang. Islam tidak memandang kemiskinan sebagai masalah kultural karena Allah telah mewajibkan kepada manusia untuk mencari nafkah. Dengan demikian, kemiskinan merupakan masalah struktural.